Juknis Pencemaran Perairan




DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA
KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2010

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA
 KELAUTAN DAN PERIKANAN
NOMOR:

TENTANG
PETUNJUK TEKNIS
PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN,

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA
KELAUTAN DAN PERIKANAN
Menimbang :
a.             bahwa untuk memberikan pemahaman terhadap pelaksanaan pengawasan pencemaran perairan laut oleh Pengawas Perikanan, dipandang perlu adanya Petunjuk Teknis Pengawasan Pencemaran Perairan.
b.            bahwa untuk itu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Pencemaran Perairan.
Mengingat :
1.            Undang-Undang  No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia .
2.            Undang-Undang  No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
3.            Undang-Undang  No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
4.            Undang-Undang  No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
5.            Undang-Undang  No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
6.            Undang-Undang  No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan  Daerah.
7.            Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklufif Indonesia (ZEEI)
8.            Peraturan Pemerintah. No. 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan
9.            Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut
10.        Peraturan Pemerintah.No.18 Tahun 1999 Jo Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
11.        Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
12.        Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Kabupaten dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
13.        Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan 
MEMUTUSKAN
Menetapkan :  KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN  TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan  ini, yang dimaksud dengan:
1.            Pengawasan adalah setiap upaya dan/atau tindakan yang bertujuan terciptanya tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.
2.            Pengawas Perikanan adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditunjuk oleh pejabat yang berwenang utnuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan suatu kegiatan perikanan.
3.            Sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan
4.            Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan
5.            Lingkungan sumberdaya ikan adalah perairan tempat kehidupan sumberdaya ikan, termasuk biota dan faktor alamiah sekitarnya
6.            Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan
7.            Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya;
8.            Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atu UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
9.            Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut AMDAL, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
10.        Upaya pengelolaan lingkungan Hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan
11.        Baku Mutu Air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemaran yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya;
12.        Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, yang selanjutnya disebut ZEEI, adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya,dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia
13.        Penyidik adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melaksanakan penyidikan.
14.        Perairan Umum adalah bagian permukaan bumi yang secara permanen atau berkala digenangi air tawar, air payau, maupun air laut, dan mulai dari garis pasang surut terendah samapai ke arah daratan dan badan air tersebut.
15.        Satuan Unit Kerja adalah Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
16.        Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disebut UPT adalah UPT bidang pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan , Kementerian Kelautan dan Perikanan
17.        Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1)   Petunjuk teknis pengawasan pencemaran perairan ini disusun dengan maksud sebagai acuan bagi pengawas/Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan dalam melaksanakan pengawasan.
(2)  Petunjuk teknis pengawasan pencemaran perairan ini disusun dengan tujuan terciptanya kesepahaman dalam melaksanakan pengawasan.

BAB. III
OBYEK DAN WILAYAH PENGAWASAN
     Pasal 3
(1)    Obyek pengawasan pencemaran perairan meliputi kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran perairan
(2)     Pengawasan pencemaran  perairan dilakukan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI), meliputi:
a.       Perairan Indonesia
b.      Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI)
c.       Perairan Umum.

       BAB IV
  TUGAS DAN KEWENANGAN PENGAWAS
  Pasal 4
(1)         Pengawas Perikanan di bidang pencemaran perairan bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
(2)         Pengawas Perikanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai kewenangan:
a.       Melakukan pengecekan atas kebenaran atau keterangan adanya kasus pencemaran perairan.
b.      Melakukan pemeriksaan atas dokumen perizinan, sarana dan prasarana yang digunakan pelaku.
c.       Mengamankan barang bukti.
d.      Melakukan koordinasi dengan Instansi terkait tentang adanya dugaan  pencemaran perairan.
e.       Berkomunikasi dan melaporkan fakta hasil pengawasan di lapangan kepada Direktur Jenderal yang mencakup hasil analisa sampel, foto/gambar, salinan dokumen, pernyataan dari saksi dan pengamatan visual secara lengkap, akurat dan obyektif 
(3)    Pengawas Perikanan yang berstatus PPNS berwenang melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan dan lingkungan perairan (ekosistem).

BAB V
PROSEDUR DAN TATA CARA PENGAWASAN PENCEMARAN
Pasal 5

Prosedur Pengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Perikanan dalam melaksanakan pengawasan pencemaran adalah:
(1)         Membawa Surat Perintah Tugas dari atasannya.
(2)         Mendata nama perusahaan atau pelaku usaha:
a.       Nama perusahaan apabila obyek pengawasannya dilakukan di unit-unit pengolahan ikan atau industri non perikanan yang berpotensi mengakibatkan pencemaran perairan.
b.      Pelaku usaha apabila obyek pengawasannya dilakukan terhadap kegiatan yang tidak memiliki badan hukum.
(3)         Mendata lokasi tempat kejadian perkara secara rinci, khusus untuk tindak pidana pelanggaran pencemaran yang terjadi di laut maka harus disampaikan titik koordinatnya.
(4)         Mendata waktu kejadian pencemaran atau pada waktu pelaksanaan pengawasan dilakukan
(5)         Memeriksa jenis kegiatan usaha yang dapat berpotensi mengakibatkan pencemaran perairan
(6)         Memeriksa sumber pencemaran, untuk mengetahui asal terjadinya pencemaran tersebut
(7)         Memeriksa Izin Lingkungan terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
(8)         Memeriksa sampel air yang berada di lokasi pencemaran:
a.       Pengawas Perikanan mengambil sampel air di lokasi pencemaran
b.      Membawa hasil sampel ke laboratorium lingkungan
c.       Memeriksa dan membandingkan hasil laboratorium dengan Standar Baku Mutu Air yang dikeluarkan oleh Kemeterian Lingkungan Hidup.
(9)         Memeriksa dampak pencemaran langsung terhadap sumberdaya ikan yang ada di sekitar lokasi pencemaran:
a.   Memeriksa lingkungan sumberdaya ikan yang terkena pencemaran, apakah terjadi kematian massal ikan pada lokasi terjadinya pencemaran
b.   Memeriksa dan menganalisa kerugian ekonomi nelayan akibat terjadinya pencemaran
(10)   Memberikan rekomendasi atau usulan tindakan terhadap pelaku kepada Direktur Jenderal untuk:
         a.  Diproses lebih lanjut sesuai hukum yang berlaku;
b.  Diberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku;
c.  Diberikan pembinaaan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
(11)  Setiap hasil pemeriksaan dituangkan ke dalam Form Pengawasan Pencemaran Perairan, sebagaimana tercantum pada Lampiran 1.

BAB IX
                                                    PELAPORAN
Pasal 6
(1)         Setiap Pengawas Perikanan yang melakukan pengawasan pencemaran perairan wajib melaporkan hasil pengawasannya kepada satuan unit kerjanya
(2)         Satuan Unit Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meneruskan laporan tersebut kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur Pengawasan Sumberdaya Kelautan, selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah waktu kejadian.
(3)         Penyampaian Form Pengawasan dapat dilakukan melalui faximile ke Direktorat Jenderal PSDKP atau ke Direktorat Pengawasan Sumberdaya Kelautan.

BAB X
PENUTUP
Pasal 7
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


                                                Ditetapkan di Jakarta
                                                                                    Pada tanggal…......………. 2010

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN
SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN ,


T.T.D
Dr. Ir. Aji Sularso, MMA


LAMPIRAN 1. 


Comments
0 Comments