contoh
Cinta Laut Indonesia
Mari Selamatkan Kekayaan Laut kita
Analisis Input Output dalam perencanaan pembangunan perikanan di Indonesia
Analisis Input–Output adalah suatu analisis atas perekonomian negara secara komprehensif karena melihat keterkaitan antar sektor ekonomi di negara tersebut secara keseluruhan. Misalnya setiap produk pasti membutuhkan input agar produk itu dapat dihasilkan. Hasil produk dapat langsung dikonsumsi atau sebagai input untuk menghasilkan produk lain atau input untuk produk yang sama pada putaran berikutnya. Hal itu menggambarkan bahwa sektorsektor dalam perekonomian Negara saling terkait antar satu dengan yang lainnya. Kaitan itu bisa bersifat langsung maupun tidak langsung. Untuk melihat keterkaitan ini digunakan Metode Analisis Input–Output. Prof. Wassily Leontif (1930) memperkenalkan Tabel Input–Output (Tabel I–O) beserta analisisnya. Tabel I– O adalah alat yang ampuh untuk menganalisis perekonomian wilayah (negara) dan sangat berguna dalam perencanaan pembangunan suatu negara.
Dengan adanya analisis input output dapat digunakan sebagai alat untuk perencanaan ekonomi disuatu negara atau disuatu wilayah. perencanaan ekonomi tentang pengaruh, pengarahan atau pengendalian dalam variabel ekonomi dalam jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Analisis input output suatu analisis atas perekonomian suatu negara atau suatu wilayah yang secara luas karena dapat melihat keterkaitannya antar sektor ekonomi pada suatu negara atau suatu wilayah. Tujuan utama dari analisis input output yaitu menghasilkan gambaran antara sektor yang menghasilkan keluaran (produk) bagi suatu sektor tertentu. Dalam metode ini dapat membantu dalam pengalokasian investasi yang diperlukan untuk tercapainya tingkat produksi. Soemarno (2011), tujuan umum model I-O ialah menjelaskan besaran aliran antar industri dalam hubungannya dengan tingkat produksi dalam setiap sektor.
Dalam perencaan perikanan, kebijakan pengembangan perikanan dirancang untuk mendongkrak pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan dengan pengelolaan dan optimalisai sumberdaya ikan melalui kebijakan minapolitan atau sentra kelautandan perikanan terpadu. Penetapan minapolitan atau sentra kelautan dan perikanan terpadu sebagai sebuah wahana utama dalam pembangunan perikanan merupakan perwujudan dari visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang memberikan perhatian sangat besar pada aspek peningkatan produksi dan kesejahteraan masyarakat
Sumber:
- Analisis Input-Output Dalam Perencanaan Ekonomi, Masli, Lili Rusmalia, Elly, 2015, Jurnal Ekonomi Analisis Input-output dalam perencanaan Ekonomi, STIE INABA Bandung
- https://www.kompasiana.com/indahavirams/5dd3e9c4d541df28eb26d152/apa-peranan-analisis-input-output-bagi-suatu-wilayah
- ANALISIS PERANAN SEKTOR PERIKANAN DALAM MENDUKUNG PROGRAM MINAPOLITAN DI PROVINSI GORONTALO: MODEL INPUT-OUTPUT, 2017, Taslim Arifin dan Siti Hajar Suryawati, Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Rantai Pasok Ikan Laut dan penerapannya di Indonesia.
Tangkapan Ikan Nelayan Sangihe, Foto: Stevenly Takapaha |
Heizer & Rander (2004), mendefinisikan Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan) sebagai kegiatan pengelolaan dalam rangka memperoleh bahan mentah menjadi barang dalam proses atau barang setengah jadi dan barang jadi kemudian mengirimkan tujuh produk tersebut ke konsumen melalui sistem distribusi. Kegiatan-kegiatan ini mencangkup fungsi pembelian tradisional ditambah kegiatan penting lainnya yang berhubungan antara pemasok dengan distributor. Tujuan utama supply chain management adalah untuk memenuhi permintaan pelanggan melalui penggunaan sumber daya yang pailng efisien, termasuk kapasitas distribusi, persediaan, dan sumber daya manusia. bila dihubungkan dengan dunia perikanan, maka rantai pasok perikanan adalah kegiatan yang dimulai dari nelayan sebagai produsen bahan mentah sampai ke konsumen akhir sebagai pembeli. penerapan Rantai Pasok Ikan Laut di indonesia adalah dengan membangun dan memperkuat Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) guna memperlancar aliran ikan dari sentra produksi ke sentra industri. implementasi SLIN untuk membangun sistem manajemen rantai pasokan ikan dan produk perikanan yang terintegrasi, efektif dan efisien. Hal ini untuk meningkatkan kapasitas dan stabilisasi sistem produksi perikanan hulu-hilir, pengendalian disparitas harga, serta untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, banyak tantangan yang dihadapi dalam implementasi SLIN, salah satunya dalam menyediakan ketersediaan bahan baku industri pengolahan dan kebutuhan pasar. Sebanyak 81% produksi perikanan terutama produksi perikanan tangkap berada di luar Jawa dan 50 % Unit Pengolahan Ikan (UPI) berpusat di Jawa. Karenanya, diperlukan sinergitas antar pelaku usaha agar produk pengolahan ikan nasional bisa kompetitif dan berdaya saing dengan negara lain, baik secara harga maupun kualitas, Selanjutnya untuk melakukan aktivitas logistik, diperlukan infrastuktur yang terdiri dari simpul logistik dan mata rantai logistik yang berfungsi menggerakkan barang dari titik asal ke titik tujuan. Simpul logistik dapat berupa pelaku logistik, maupun konsumen, sedangkan link logistik meliputi jaringan distribusi, jaringan transportasi, jaringan informasi, dan jaringan keuangan
Gambar Model proses rantai pasok jenis komoditas tuna segar di PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA (PPSNZJ) (Prayoga, et al, 2017) |
Sumber:
- https://darilaut.id/kajian/rantai-pasok-perikanan-dan-tantangan-yang-dihadapi-nelayan-di-indonesia
- https://kkp.go.id/djpdspkp/artikel/24843-kkp-ajak-penyedia-jasa-perkuat-sistem-logistik-ikan-nasional
Hukum-hukum Laut Internasional
Hukum laut internasional adalah seperangkat aturan yang mengatur berbagai persoalan yang berhubungan dengan batas-batas wilayah Negara yang berkaitan dengan laut, baik laut yang ada dalam suatu wilayah Negara atau laut yang berada di luar wilayah negara (laut lepas), baik dari pemanfaatan sumber kekayaan lautnya maupun akibat negatif yang ditimbulkan dari pemanfaatan sumber daya kekayaan lautnya.
a. Konferensi Kodifikasi Hukum Internasional
Konferensi ini diprakarsai liga bangsa-bangsa (LBB) di Den Haag pada tanggal 13 Maret -12 April 1930, dihadiri oleh delegasi dari 47 negara. Adapun bidang-bidang hukum internasional yang dikodifikasi yaitu tentang kewarganegaraan, perairan teritorial, tanggung jawab negara terhadap kerugian yang diderita perorangan Konferensi ini tidak menghasilkan suatu konvensi, kecuali hanya beberapa rancangan psal yang disetujui bersama. Dikarenakan pendapat yang berbeda-beda mengenai batas laut teritorial.
Konferensi ini diprakarsai liga bangsa-bangsa (LBB) di Den Haag pada tanggal 13 Maret -12 April 1930, dihadiri oleh delegasi dari 47 negara. Adapun bidang-bidang hukum internasional yang dikodifikasi yaitu tentang kewarganegaraan, perairan teritorial, tanggung jawab negara terhadap kerugian yang diderita perorangan Konferensi ini tidak menghasilkan suatu konvensi, kecuali hanya beberapa rancangan psal yang disetujui bersama. Dikarenakan pendapat yang berbeda-beda mengenai batas laut teritorial.
b. Konferensi Hukum Laut Jenewa 1958
Konferensi ini merupakan konferensi PBB I yang diadakan di Jenewa dari tanggal 24 Febuari s/d 27 April 1958. Konferensi ini berhasil menerima empat konvensi internasional yang menjadi dasar utama dari Hukum laut internasional, yaitu :
1. Convention on the Teritorial Sea and Contiguous Zone (Konvensi tentang laut teritorial dan zona tambahan)
2. Convention on the High Seas (Konvensi tentang Laut Lepas)
3. Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Seas (Konvensi tentang Perikanan dan Perlindungan SumberSumber Daya Hayati Laut Lepas)
4. Convention on the Continental Shelf (Konvensi tentang Landas Kontinen).
c. Konferensi Hukum Laut Jenewa 1960
Konferensi ini khusus membicarakan mengenai lebar laut wilayah dan zona tambahan perikanan. Namun kelemahan dari konferensi kedua ini adalah gagal menentukan laut teritorial dan pengaturan yang terlalu kompleks dari Konvensi tentang Perikanan dan Konservasi Sumber-sumber Hayati Laut Lepas.
d. Konferensi Hukum Laut 1982
Konferensi ini merupakan puncak penyusunan naskah yang dilaksanakan pada 10 Desember 1982, menghasilkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau yang dikenal dengan United Nation Convention on the Law of the Sea yang kemudian disebut UNCLOS 1982, berisi 17 bab, 320 pasal, dan 9 lampiran.
Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur delapan rezim hukum laut yang masing-masing mempunyai status hukum berbeda-beda, antara lain :
1. Perairan pedalaman (internal waters)
2. Perairan kepulauan (archipelago waters)
3. Laut teritorial (territorial sea)
4. Zona tambahan (contiguous zone)
5. Zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone)
6. Laut lepas (high seas)
7. Landan kontinen (continental shelf)
8. Kawasan/ dasar laut samuera dalam Internasional
Sumber:
Buku materi pokok MMPI5302/ Modul 1, Kegiatan belajar 1 dan 2
Setrum Ikan Nyawa Melayang
Alat Setrum yang digunakan korban [Stik terbuat dari bahan bambu panjang 1,5 meter, Alat seruk atau sibu-sibu berbahan Besi diameter 20 cm, Kabel Telepon yang dialiri listrik Panjang 60 meter |
Kegiatan Destructive Fising atau kegaitan penangkapan ikan dengan cara yang dilarang karena dapat merusak lingkungan sumberdaya ikan dan membahayakan nyawa manusia kini terjadi di Kampung Hiung Kecamatan Manganitu Kabupaten Kepulauan Sanghihe Propinsi Sulawesi Utara Rabu 15 Januari 2020, Pelaku/Korban bernama Kornelus Ontoni umur 30 tahun, berdasarkan keterangan saksi Heski Tatamus umur 44 tahun, bahwa pada pukul 17:30 Wita Pelaku/Korban berdialog dengan Saksi dengan menyatakan akan menangkap udang di sungai dengan cara menyetrum, pukul 18:00 korban mulai melakukan kegiatan penyetruman menggunakan alat setrum rakitan dengan langsung mengambil aliran listrik dari rumah korban yang berjarak sekira 50 meter dari Sungai, 18:20 korban kembali ke rumah karena aliran listrik padam, setelah ada aliran listrik pelaku/korban kembali ke Sungai, 18:40 saksi menemukan senter yang masih menyala diduga milik korban, 19:00 korban ditemukan oleh saksi (HT) di Sungai dengan keadaan tidak bernyawa pada posisi 3.549891 LU , 125.524114 BT
Informasi dari pihak keluarga, korban akan dimakamkan pada Jumat 17 Januari 2020 pukul 14.00 Wita
Pengawas Perikanan
Pengawas Perikanan Ditjen. PSDKP merupakan ujung tombak pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan bersama Kapal Pengawas untuk melawan Illegal, Unreported dan Unregulated Fishing (IUU Fishing).
Sesuai Keputusan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan nomor: KEP.08/DJ-PSDKP/2014 tentang tentang Penetapan Pengawas Perikanan Pada Unit Pelaksana Teknis, Satuan Kerja dan Pos Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, salah satu tugas pengawas ditetapkan melaksanakan tugas sesuai dengan Pasal 66, Pasal 66 B dan Pasal 66 C Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu:
Objek Pengawsan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan :
1. Pengawasan Sumberdaya Perikanan
- Pengawasan Usaha Perikanan Tangkap
- Pengawasan Usaha Budidaya Ikan
- Pengawasan Usaha Pengolahan dan Distribusi Ikan
2. Pengawasan Sumberdaya Kelautan :
- Pengawasan Ekosistem Perairan (Mangrove, Lamun, Terumbu Karang)
- Muatan kapal
- Pengawasan Usaha Pasir Laut
- Pengawasan Reklamasi
- Pengawasan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT)
- Pengawasan Sumberdaya Non Hayati Laut (SDNH)
3. Pengawasan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
- Pengawasan Wilayah Pesisir
- Pengawasan Pulau-pulau kecil
Sesuai Keputusan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan nomor: KEP.08/DJ-PSDKP/2014 tentang tentang Penetapan Pengawas Perikanan Pada Unit Pelaksana Teknis, Satuan Kerja dan Pos Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, salah satu tugas pengawas ditetapkan melaksanakan tugas sesuai dengan Pasal 66, Pasal 66 B dan Pasal 66 C Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu:
Pasal 66
1) Pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan;
2) Pengawas perikanan bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan;
3) Pengawasan tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2) meliputi:
a. kegiatan penangkapan ikan;
b. pembudidayaan ikan, pembenihan;
c. pengolahan, distribusi keluar masuk ikan;
d. mutu hasil perikanan;
e. distribusi keluar masuk obat ikan;
f. konservasi;
g. pencemaran akibat perbuatan manusia;
h. plasma nutfah;
i. penelitian dan pengembangan perikanan;
j. ikan hasil rekayasa genetik.
Pasal 66 A
1) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 merupakan pegawai negeri sipil yang bekerja di bidang perikanan yang diangkat oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk;
2) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dapat dididik untuk menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan;
3) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2) dapat ditetapkan sebagai pejabat fungsional pengawas perikanan;
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan fungsional pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat 3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 66 B
1) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 melaksanakan tugas di:
a. wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia;
b. kapal perikanan;
c. pelabuhan perikanan dan/atau lainnya yang ditunjuk;pelabuhan;
d. pelabuhan tangkahan;
e. sentra kegiatan perikanan;
f. area pembenihan ikan;
g. area pembudidayaan ikan;
h. unit pengolahan ikan; dan/atau;
i. kawasan konservasi perairan.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 66 C
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, pengawas perikanan berwenang:
a. memasuki dan memeriksa tempat kegiatan usaha perikanan;
b. memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha perikanan;
c. memeriksa kegiatan usaha perikanan;
d. memeriksa sarana dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan perikanan;
e. memverifikasi kelengkapan dan keabsahan SIPI dan SIKPI;
f. mendokumentasikan hasil pemeriksaan;
g. mengambil contoh ikan dan/atau bahan yang diperlukan untuk keperluan pengujian
laboratorium;
h. memeriksa peralatan dan keaktifan sistem pemantauan kapal perikanan;
i. menghentikan, memeriksa, membawa, menahan, dan menangkap kapal dan/atau
orang yang diduga atau patut diduga melakukan tindak pidana perikanan di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau orang tersebut di pelabuhan tempat perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut oleh penyidik;
j. menyampaikan rekomendasi kepada pemberi izin untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
k. melakukan tindakan khusus terhadap kapal perikanan yang berusaha melarikan diri dan/atau melawan dan/atau membahayakan keselamatan kapal pengawas perikanan dan/atau awak kapal perikanan; dan/atau
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
2) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dalam melaksanakan
tugasnya dapat dilengkapi dengan kapal pengawas perikanan, senjata api, dan/atau alat
pengaman diri.
Ikan Duyung (Dugong) mati Terperangkap Jaring Nelayan mati di Pantai Barangka Sangihe
Pada Sabtu (28/7/2018), seekor duyung mati setelah sempat terperangkap jaring nelayan. Ketika hendak dilepaskan, duyung yang terlihat lemah ini kembali ke jaring. Setengah jam kemudian, satwa itu mati ketika dibawa nelayan menuju darat.
Mamalia laut dengan panjang 2,30 meter, lebar 66 cm dan lingkar pinggang 1,70 meter, kemudian dikubur warga di sekitar pantai Barangka, kabupaten kepulauan Sangihe.
“Kata nelayan, sebelum dibawa ke darat, duyung sudah tidak bergerak. Biasanya mereka lepas. Tapi (ketika akan dilepas), duyung itu tidak muncul, ada di dalam air. Mungkin karena jaringnya cukup dalam, dan tidak diperiksa. Nelayan kira sudah tidak ada duyung di jaring itu,” terang Taufiq Onthoni, staf Perkumpulan Sampiri ketika dihubungi Mongabay, Sabtu (28/7/2018).
Setelah mengetahui duyung yang terperangkap jaring telah mati, mereka menariknya ke pantai untuk dikuburkan. Taufiq yang saat itu berada di lokasi mengatakan, tidak ada perlakuan khusus ketika mengubur duyung. “Hanya diangkat, seperti kubur orang saja,” ujarnya. “Setelah duyung dikubur, ada petugas yang menggali untuk melakukan pengukuran duyung.”
Menurut Taufiq, pengetahuan masyarakat terbilang minim khususnya mengenai status perlindungan duyung. Informasi tentang itu, hanya disampaikan lewat komunikasi pada orang-orang terdekat. Maka, lewat peristiwa ini, pihaknya berencana melakukan sosialisasi pada masyarakat sekitar.
“Dulu, duyung di konsumsi. Tapi, teman-teman, khususnya dari Perkumpulan Sampiri menjelaskan bahwa duyung merupakan satwa yang dilindungi. Jangan dikonsumsi, biar sudah mati, nanti bisa kena hukuman,” jelas Taufiq.
Billy Gustafianto Lolowang, Manager Wildlife Rescue & Endangered Species Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki mengatakan, proses evakuasi duyung harus dilakukan secara cepat dan hati-hati. Sebab, mamalia laut ini dinilai rentan terhadap dehidrasi dan paparan panas matahari.
“Jadi memang proses evakuasi kalau masih hidup, secepatnya harus dinaungi dengan payung untuk meminimalisir sengatan cahaya matahari, juga perlu dibasahi dengan air untuk menjaga kelembaban kulit. Memang, kadang rentan kematian juga, kalau agak lama terpapar panas, dehidrasi, bisa mati. Tapi untung, yang di perairan Bunaken selamat. Walaupun agak khawatir karena menunggu lama.”
Billy merasa prihatin, ketika mengetahui bahwa satwa itu diletakkan dalamstyrofoam box yang terbilang sempit dan membuat duyung sulit bergerak. “Kalau masih bayi, sangat rentan. Perlu dicarikan orang tuanya, apakah masih di perairan sekitar atau tidak. Duyung anakan masih cukup bergantung pada induknya, karena mereka masih menyusui.”
Dalam “Panduan Penanganan Mamalia Laut Terdampar”, yang diterbitkan Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan KKP tahun 2012, disebutkan bahwa masyarakat harus berhati-hati ketika menangani mamalia laut terdampar dalam keadaan mati.
Menyentuh mamalia laut yang mati, tidak disarankan bagi perempuan yang sedang hamil, anak-anak atau orang yang sedang mengalami luka di tubuhnya, karena banyaknya virus dan bakteri.
Panduan itu menyebut, cara terbaik melakukan disposal bangkai mamalia laut yang mati adalah dengan mengembalikannya ke laut. Misalnya, tutupi bangkai mamalia laut tersebut dengan jaring, pindahkan ke laut lepas dengan kedalaman minimum 20 meter.
“Semua orang yang sempat menyentuh bangkai mamalia laut tersebut diharapkan melakukan pembersihan diri dengan mandi karbol (alkohol) untuk membersihkan bakteri dari tubuhnya,” demikian tertulis dalam Panduan Penanganan Mamalia Laut Terdampar.
Gustaf Mamangkey, koordinator Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi mengatakan perlunya membentuk sebuah tim khusus untuk menangani mamalia laut yang terdampar. Sebab, jika dilihat dari frekuensi dan variasi spesies, perairan Sulawesi Utara terbilang tinggi sebagai daerah mamalia laut terdampar.
Tim itu bertugas sesegara mungkin menyelamatkan mamalia laut jika melihat tanda-tanda kehidupan seperti adanya gerakan dan suara. “Kalau mamalia laut sudah mati, ambil sampel DNA, ukur tubuh, tafsir bobot, kemudian catat tanda-tanda kematiannya.”
Sayangnya, tim yang disebut first responder itu belum terdapat di Sulawesi Utara. Ketersediaan dana dan tenaga ahli menjadi beberapa persoalan yang belum terselesaikan. Namun, solusi lain yang bisa dipilih untuk meminimalisir ketiadaan first responder adalah dengan melakukan sosialisasi terkait perlindungan dan prosedur penanganan mamalia laut yang terdampar.
“Yang paling baik adalah edukasi pada masyarakat di kampung-kampung untuk menyelamatkan mamalia terdampar. First responder, kadang perlu waktu yang lama untuk menjangkau wilayah-wilayah yang jauh,” terang Gustaf.
sumber:
http://www.mongabay.co.id/2018/07/30/kisah-pilu-evakuasi-duyung-di-sulawesi-utara/
Langganan:
Postingan (Atom)