suatu tulisan telaan tentang masalah yang belum terpecahkan
Masih banyaknya oknum penegak hukum di laut yang semestinya memberi contoh yang baik malah memanfaatkan “lubang besar” undang-undang perikanan sebagai “nelayan kecil” untuk melakukan usaha penangkapan ikan dengan mengadakan kapal asing GT<5 dari Philipina memperkerjakan TKA asal Philipina dan langsung menjual ikan hasil tangkapan berupa Tuna sirip kuning ke daratan Gensan Philipina. Melihat kondisi demikian masyarakat seperti “diajarkan” untuk melakukan hal yang sama. Upaya yang sudah dilakukan oleh pengawas perikanan adalah memberikan surat teguran kepada setiap pelaku usaha untuk tidak mengulangi setiap kegiatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. Upaya lain adalah mendatangkan kapal pengawas perikanan untuk melakukan operasi diperairan sangihe Laut Selawesi dan ZEEI yang berbatasan negara tetangga Philipina namun hal ini juga masih terkendala dengan contoh kasus yang sama dengan hasil SP3. Untuk rencana nya jika kapal pengawas melakukan operasi dan Ad hock kapal perikanan yang diduga melakukan tindak pidana perikanan (TPP) dibawa ke Bitung saja. (syarta)
Tahuna - Dimulai dengan pendekatan, wawancara, koordinasi dengan instansi terkait, pelayanan jemput bola, pembinaan, surat teguran dan penegakan hukum di bidang Kelautan dan perikanan, pengawas perikanan telah melakukan berbagai upaya demi terciptanya upaya pengelolaan perikanan dan kelautan yang bertanggung jawab, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dalam upaya pemberantasan ilegal fishing kapal pengawas perikanan telah melakukan pemeriksaan terhadap kapal-kapal perikanan yang diduga dan patut diduga melakukan tindak pidana perikanan (TPP). Kronologis penangkapan kapal perikanan jenis Pumpboat yang diduga melakukan tindak pidana perikaan (TPP) yang di Adhock oleh Kapal pengawas perikanan KP.Hiu 007 ke satuan kerja (Satker) pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan (PSDKP) Dagho/Tahuna adalah sebagai berikut :
1. Patroli kapal pengawas perikanan KP Hiu 007 hari senin tanggal 17 oktober 2011 sekitar pukul 09.45 wita di perairan Sangihe laut Sulawesi tepatnya pada posisi 030 13,87” N – 1250 02,00” E menemukan dan melakukan pemeriksaan terhadap 8 (delapan) kapal perikanan jenis Pumpboat yang sedang melakukan penangkapan ikan. Dari hasil pemeriksaan di ketahui :
1. KM. Alfit 02 dan 1 (satu) Bundel Dokumen
· 4 ABK asing 1 ABK Indonesia
· 6 buah alat tangkap pancing
· 1 ekor ikan Tuna
2. KM. Lili 01 Tanpa Dokumen
· 4 ABK asing
· 7 buah alat tangkap pancing
3. KM. Tanpa nama I Tanpa Dokumen
· 7 ABK asing
· 13 buah alat tangkap pancing
· 5 ekor ikan Tuna
4. KM. Tanpa nama II Tanpa Dokumen
· 4 ABK asing
· 4 buah alat tangkap pancing
· 1 ekor ikan Tuna
5. KM. Tanpa nama III Tanpa Dokumen
· 5 ABK asing
· 5 buah alat tangkap pancing
6. KM. Tanpa nama IV Tanpa Dokumen
· 3 ABK asing
· 5 buah alat tangkap pancing
· 1 ekor ikan Tuna
7. KM. Tanpa nama V Tanpa Dokumen
· 6 ABK asing
· ekor ikan Tuna
8. KM. Arudji Tanpa Dokumen
· 5 ABK asing
· 5 buah alat tangkap pancing
2. 8 (delapan) Kapal Perikanan jenis pumpboat yang diduga melakukan tindak pidana perikanan ini di Ad hock oleh KP.Hiu 007 Ke Satker Dagho tanggal 17 oktober 2011
3. Satker Dagho/Tahuna menerima Tersangka dan barang bukti dari Kapal pengawas perikanan KP. Hiu 007 kemudian melimpahkan Tersangka, dan barang bukti ke ke Polres Sangihe sesuai dengan petunjuk pangkalan pengawasan sumberdaya kelautaan dan perikanan (pangkalan PSDKP) wilayah II Indonesia timur Bitung karena terbatsnya SDM PPNS Perikanan di Satker Dagho/Tahuna
4. Setelah selesai melakukan pemeriksaan terhadap Pelapor, Tersangka, saksi, saksi ahli dan penanggung jawab terhadap pengakuan bukti awal yang cukup Team penyidik polres Sangihe melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan negeri Tahuna
5. Balasan P19 dari kejaksaan negeri Tahuna (Nomor surat : B-3157/R.1.14/11/2011) tanggal 15 Nopember 2011 untuk melengkapi berkas perkara tentang pengukuran bobot kapal
6. Team penyidik dari polres Sangihe melakukan permintaan pengukuran bobot kapal ke Dinas perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten kepulauan Sangihe (Nomor surat : B/439/XI/2011/Reskrim) tanggal 21 Nopember 2011
7. Dibalas oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten kepulauan Sangihe (Nomor surat : 552/Dishubkominfo/198) tanggal 23 Desember 2011), tentang ukuran bobot kapal
8. Usulan penghentian penyidikan karena dari hasil pengukuran bobot kapal GT <5 (Nelayan kecil) tidak wajib izin dan kapal bertolak dari pelabuhan Tahuna indonesia bukan dari Philipina
9. Pengawas perikanan (mewakili Satker dagho/Tahuna Ditjen PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan) bersama Dinas Kelautan dan perikanan, dan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi kabupaten kepulauan Sangihe diundang mengikuti Gelar perkara dengan Team penyidik polres Sangihe tanggal 22 Februari 2012 melalui surat undangan (Nomor B/66/II/2012/Reskrim tanggal 21 Februari 2012), dipimpin langsung oleh Kapolres Sangihe dengan hasil antara lain :
a. Melihat Yurisprudensi (salinan Berkas perkara) tentang kasus yang sama yang ditangani oleh penyidik AL Tahuna
b. Menunggu Konfirmasi dari Konsulat jenderal Philipina tentang status warga negara asing
c. Mengalihkan delik penuntutan ke Undang-undang Imigrasi jika Undang-undang perikanan tidak kuat membuktikan
Dari diskusi gelar perkara dan pengamatan pengawas perikanan dilapangan terhadap modus operandi yang dilakukan yaitu memperkerjakan Tenaga kerja asing (TKA) dengan menggunakan kapal pengadaan asing (dari Philipina) GT < 5, tidak didaftarkan sebagai kapal Indonesia bertolak dari pelabuhan Tahuna Indonesia untuk menangkap ikan di perairan Sangihe laut Sulawesi dan ZEEI dimana armada kapal diklaim nelayan lokal sebagai miliknya dan ikan hasil tangkapan Transhipment di laut atau dijual langsung ke Philipina terdapat beberapa hal yang belum dijelaskan oleh Undang-udang Perikanan antaralain :
1. Definisi Nelayan kecil Pasal 1 angka 11 : (Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penagkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT) dimana kewajiban memilik SIPI sebagaimana dimaksud Pasal 27 Ayat (1) dan (3) tidak berlaku bagi nelayan kecil.
Hal ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha dengan mengadakan kapal perikanan asing maupun buatan sendiri dengan ukuran GT<5 namun memperkerjakan banyak orang WNA khususnya Philipna di banyak armda. Di Tahuna aramda kapal jenis Pumpboat ini sudah sangat menjamur dan meresahkan masyarakat Lokal. beberapa data yang sempat diambil oleh pengawas perikanan di lapangan meyebutkan terdapat 35 orang yang mengklaim beberapa kapal perikanan asing jenis Pumpboat sebagai miliknya (penanggung jawab) dari keseluruhan 101 unit armada penangkap kapal yang sudah didaftarkan 28 unit, tidak didaftarkan 73 unit dengan jumlah orang asing 342 orang. Jumlah ini tentulah sangat kecil dengan kondisi ril dilapangan karena tidak semua pelaku usaha mau mengaku dengan gamblang dan polos bahwa mereka memperkerjakan TKA dan mengadakan kapal perikanan dari Philipina.
2. Pasal 27 ayat (2) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di ZEEI wajib memiliki SIPI.
Undang-undang belum menjelaskan tentang kapal ikan yang berbendera asing karena tidak bisa dianalogikan kapal yang tidak memiliki dokumen indonesia adalah kapal yang berbendera asing
Istilah “Sapi” Sangihe-Philipina untuk status warga negara yang tidak diakui oleh pemerintah republik Philipina melalui konfirmasi kementerian luar negeri dan konsulat Jenderal Philipina namun juga tidak memiliki kartu identitas sebagai warga negara indonesia karena tidak memiliki Kartu tanda penduduk (KTP). Mengaku berasal dari Indonesia khususnya sangihe lahir di Philipina ayah/ibu lahir di Philipina termasuk kakek dan nenek juga lahir di Philipina.
Pengawas perikanan pernah menelusuri penyebab migrasi penduduk Sangihe ke Philipina, hal ini berawal ketika terjadi revolusi dan pemberantasan Gerakan G30 S PKI oleh rezim soeharto, penduduk khususnya dataran tengah sangihe dan sekitarnya sekarang Kec. Tabukan Tengah melakukan eksodus besar-besaran ke Philipina karena Takut walaupun tidak terlibat PKI namun terkait sanak saudara semuanya di anacam pembunuhan melalui operasi rahasia pemerintah rezim soeharto. Hal lain penyebab migrasi penduduk adanya gunung berapi aktif, Gungung Awu yang meletus sehingga sebagian penduduk berpindah ke arah selatan sekarang di Ngaringpaeng (Dalam bahas Sangihe : Berpindah sebelah) dan berpindah ke arah barat dan utara ke keplulauan Marore, Balut, Saranggani Phlipina.
Masih banyaknya oknum penegak hukum di laut yang semestinya memberi contoh yang baik malah memanfaatkan “lubang besar” undang-undang perikanan sebagai “nelayan kecil” untuk melakukan usaha penangkapan ikan dengan mengadakan kapal asing GT<5 dari Philipina memperkerjakan TKA asal Philipina dan langsung menjual ikan hasil tangkapan berupa Tuna sirip kuning ke daratan Gensan Philipina. Melihat kondisi demikian masyarakat seperti “diajarkan” untuk melakukan hal yang sama. Upaya yang sudah dilakukan oleh pengawas perikanan adalah memberikan surat teguran kepada setiap pelaku usaha untuk tidak mengulangi setiap kegiatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. Upaya lain adalah mendatangkan kapal pengawas perikanan untuk melakukan operasi diperairan sangihe Laut Selawesi dan ZEEI yang berbatasan negara tetangga Philipina namun hal ini juga masih terkendala dengan contoh kasus yang sama dengan hasil SP3. Untuk rencana nya jika kapal pengawas melakukan operasi dan Ad hock kapal perikanan yang diduga melakukan tindak pidana perikanan (TPP) dibawa ke Bitung saja. (syarta)