Illegal Fishing, Sekelumit Masalah Meraih Poros Maritim Dunia


Beberapa tahun silam  Perairan Laut Sulawesi dan Selat Makassar menjadi fishing ground atau tempat menangkap ikan primadona  bagi nelayan-nelayan
kita karena banyaknya komoditi ikan bernilai ekonomis penting.  Tapi kini  kawasan itu sudah terjadi over eksploitasi,  akibatnya ikan-ikan ekonomis penting sudah mulai menipis,  nelayan pun berlayar sangat jauh  sampai di perairan utara Kalimantan dan Laut Arafura di daerah-daerah Papua dan Maluku untuk menangkap ikan-ikan ekonomis.

Ketika berkesempatan bertugas mengunjungi  daerah kawasan timur Indonesia yang meliputi daerah-daerah kawasan Laut Arafura sampai kawasan perbatasan wilayah ZEE Indonesia dengan ZEE Australia akhir tahun 2013.  Sangat mencengangkan bahwa  ratusan nelayan ikan terbang dan nelayan kerapu/ikan ekonomis lainnya berasal dari  daerah-daerah pesisir di Pulau Sulawesi.  Di Pelabuhan Tual,  Pelabuhan Maluku Tenggara,  di perkampungan Kepulauan Tanimbar sampai di Saumlaki yang berbatasan dengan perairan Australia, di sana ditemui  ratusan  kapal-kapal perikanan asal Sulawesi.     
Diduga kuat,  sumber daya hayati perikanan di perairan laut Sulawesi dan Selat Makassar sudah mulai berkurang, terutama komoditi penting bernilai tinggi seperti telur ikan terbang dan ikan kerapu serta ikan ekonomis lainnya yang merupakan komoditas ekspor.  Mungkin ada yang salah dalam managemen pengelolaan sumber daya perikanan di perairan kita sehingga banyak area fishing ground yang sudah tereksploitasi berlebihan, dan tidak tertutup kemungkinan perairan lainnya juga mengalami nasib yang sama.

Permasalahan Ilegal  Fishing
Potensi perikanan laut kita memang besar, akan tetapi  yang dimanfaatkan nelayan kecil  masih sedikit, bahkan pihak asing melalui illegal fisihing lebih banyak mengeksploitasi sumber daya perikanan kita.   Sekitar  Rp 32 trilyun atau setara 25 % potensi perikanan  laut Indonesia dikeruk oleh tindakan illegal fishing nelayan asing.  Asumsinya jika stock assessment ikan  mencapai 6,4 juta ton pertahun, maka ada sekitar 1,6 juta ton  ikan pertahun dinikmati oleh  pelaku  illegal fishing.  Akibatnya berdampak pada kerugian ekonomi dan kelestarian sumber daya  ikan.
Diprediksi ada sekitar seribuan kapal asing memasuki wilayah ZEE-I setiap bulannya.   Kapal-kapal asing tersebut berukuran besar bertonase  di atas 100 –an gross ton  menggunakan alat tangkap ikan yang  dan tidak sesuai keselamatan lingkungan hidup perairan.   Inilah salah satu penyebab terkurasnya ikan-ikan di perairan kita.
Ilegal fishing juga dilakukan oleh nelayan-nelayan tradisional di tanah air dengan menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bahan kimia, bom ikan, potassium dan alat tangkap  tidak ramah lingkungan seperti trawl modifikasi dengan nama  yang berbeda-beda.
Gambaran di atas bisa jadi  menunjukkan bahwa bukan hanya perairan Laut Sulawesi dan Selat Makassar  yang mengalami over eksploitasi  komoditi ekonomis penting,  tetapi juga beberapa wilayah perairan penting di Indonesia.  Untuk itu pemerintah perlu  memperbaikinya secara  preventif  maupun  upaya penegakan hukum.   

Perlunya Revitalisasi Perikanan
Perlu ada revitalisasi dan reformasi bidang perikanan untuk  kehidupan yang lebih baik bagi warga nelayan kita, kalau pun mereka harus menembus laut lepas yang jauhnya beratus-ratus mil,   paling tidak perlu pembaharuan mengenai kapal dan alat tangkapnya sehingga mereka mampu bersaing dengan kapal asing yang memasuki  ZEE-I.
Revitalisasi kapal dan alat tangkap nelayan perlu mendapat perhatian ekstra, karena data kapal nelayan kita, 80 % terdiri dari kapal perikanan bertonase 5  gross ton ke bawah, yang sebenarnya hanya mampu mencari ikan sekitar 5-10  mil laut, tetapi  keadaan yang memaksa,  mereka mengarungi laut lepas  sampai di ZEE-I dan tidak mampu bersaing dengan kapal-kapal asing.
Kedua adalah kesungguhan pemerintah menjaga kekayaan laut kita dari pelaku illegal fishing yang secara nyata ada dan tidak bisa diberantas tuntas.  Sampai saat ini Kementerian Kelautan Perikanan RI hanya memiliki kapal  pengawas perikanan sebanyak 20-an buah, bandingkan dengan luas wilayah laut kita yang sangat luas yang hanya dijaga oleh 20-an kapal pengawas perikanan., sangat tidak sebanding. 
Ketiga adalah dalam konteks bilateral dan regional , masih banyak batas yang belum ditetapkan antara Indonesia dengan negara tetangga, ada tercatat kurang lebih 10  permasalahan  tapal batas  di laut yang belum terselesaikan, baik menyangkut Zone Ekonomi Ekslusive maupun landas kontinen seperti dengan  Malaysia (masalah  Sebatik,  Malaka,  dan  Laut Sulawesi).  Dengan Philipina , Vietnam, Kepulauan Palau, Thailand,  Singapura (batas  teritorial segmen barat),  PNG, Timor Leste dan Australia (batas  yang berubah setelah Timor leste pisah dari Indonesia).  Hal perbatasan ini dapat menjadi celah masuknya pelaku illegal fishing  dan dapat memicu pertikaian antar nelayan dengan negara tetangga.
Sebagai upaya meraih kembali kejayaan sebagai negara maritim terbesar di dunia, tentu bukan hanya mendapatkan kejayaan dari bidang perikanan saja, banyak bidang-bidang lain yang terintegrasi dan saling mendukung seperti pelabuhan, sarana kapal, sarana transportasi laut dan lainnya,  tetapi meraih kejayaan perikanan terlebih dahulu tentu akan mendukung bidang lainnya dalam membangun bidang maritim secara keseluruhan.

Hidup Sejahtera di Wilayah Pesisir 
Selain masalah kesejahteraan nelayan yang terkebelakang, bidang perikanan juga belum menjadi pilihan utama sebagai sumber penghasilan rakyat Indonesia.   Hal ini dapat dilihat pada penyerapan tenaga kerja pada bidang perikanan yang hanya sekitar 7 juta orang, begitu pula bidang pengolahan dan pemasaran yang hanya sekitar 1 juta orang, bahkan investasi bidang perikanan hanya berkontribusi kecil dari  investasi nasional.   Padahal potensi perikanan dan kelautan Indonesia sangat kaya dan melimpah
Peluang Indonesia menjadi negara maju sebagai poros maritim dunia karena ditopang bidang perikanan semestinya  tidak hanya angan-angan, lihatlah negara tetangga bahkan menjadi raja penghasil perikanan untuk komoditi tertentu padahal wilayah lautnya jauh lebih kecil dari Indonesia,  begitu pun Maladewa yang menjadi negara penghasil devisa terbesar di dunia karena wisata baharinya.     Perlu inovasi dan kreativitas mumpuni.  Harapan kita, Indonesia mampu menyalip Maladewa dalam wisata bahari atau menjadi eksportir perikanan utama dunia dalam waktu satu atau dua tahun ke depan sehingga jalan menuju poros maritim dunia  lebih gampang diraih.(***)
source : Lukman Amin, S.Pi.,SH.,MH (PNS Perikanan Bitung) http://manadopostonline.com/read/2014/11/04/Ilegal-Fishing-Sekelumit-Masalah-Meraih-Poros-Maritim-Dunia/6935
Comments
0 Comments