Satker PSDKP Tahuna Berantas Illegal Fishing



Ringkus Pamboat Filipina




Tahuna — Perahu Pamboat (Puso)  55 GT tanpa dokumen milik nelayan Filipina ditangkap Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan (SDKP) ketika berlabuh di Teluk Tahuna, Sabtu (31/8), pekan lalu. Pumboat itu kemudian diserahkan ke Polres Sangihe untuk penyelidikan lanjut, Rabu (18/9) sore tadi.
Penangkapan ini berawal dari berlabuhnya Puso tanpa dokumen ini di teluk Tahuna  dan diketahui oleh Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan (SDKP) dan setelah dilakukan penyidikan ternyata kapal motor tersebut tidak memiliki dokumen.
“Setelah diperiksa ternyata tidak memiliki dokumen, sehingga kami menahan Puso dan awak kapal tersebut sementara untuk menunggu jawaban dari Kementerian terkait tindakan yang harus diambil dan jawaban yang kami dapat untuk melakukan koordinasi  dengan pihak kepolisian dan pihak pemerintah daerah terkait dokumen perkapalan, sehingga hari ini kami serah terimakan dengan pihak kepolisan resor Sangihe,” ungkap pimpinan SDKP, Johanis Medea. (Gun Takalawangeng)

Rawan Illegal Fishing



Laut Sulut Checkpoint Illegal Fishing



Bitung – Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Syahrin Abdurrahman mengatakan wilayah laut Sulut merupakan salah chechpoint terjadinnya illegalfishing. Mengingat wilayah Sulut merupakan jalur yang dilewati sejumlah negara asing ketika akan menuju laut Arafuru mencari ikan.
“Nelayan asal Filipina, Vietnam dan Thailand ketika akan mencari ikan di laut Arafuru selalu melewati daerah Sulut. Dan mereka sengaja melewati wilayah Sulut karena tahu persih kekayaan laut yang kita miliki,” kata Abdurrahman ketika berada di Kota Bitung beberapa waktu lalu.
Pihak Abdurrahman sendiri berupaya meminimalkan aski illegal fishing dengan memaksimalkan pengawasan dan armada yang mereka miliki
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) lewat Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kota Bitung. “Kami mencoba memaksimalkan anggaran yang diberikan pemerintah untuk mengoperasikan kapal-kapal pengawasan, seperti 13 unit kapal pengawas di Pangkalan PSDKP Kota Bitung,” katanya.
Ke-13 unit kapal pengawas tersebut, menurutnya merupakan ujung tombak untuk memberantas praktek illegal fishing. Jumlah armada dianggap jauh dari cukup jika melihat wilayah kerja dan itu sudah pernah dihitung.
“Dalam pengoperasian armada yang kita miliki sangat selektif karena dukungan BBM yang terbatas, untuk itu bantuan informasi sangat penting dari masyarakat,” katanya.(enk)

Laut Sangihe dan Sulut rawan Illegal Fishing



Hasil Laut Sulut Incaran Negara Asing



Bitung – Perairan Sulut dan sekitarnya merupakan daerah yang sangat potensial sumber daya ikan. Utamanya komoditi udang dan tuna, sehingga perairan Sulut menjadi incaran kapal-kapal ikan asing untuk melakukan illegal fishing dan merusak sumber daya ikan serta lingkungan.
Hal ini dikatakan, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Syahrin Abdurrahman ketika menghadiri sertijab kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kota Bitung, Rabu (23/1). “Selama 2012 saja ada 4.326 kapal perikanan yang kami periksa karena melanggar aturan termasuk praktek illegal fishing di sejumlah perairan di Indonesia, termasuk Sulut,” kata Abdurrahman.
Untuk itu menurut Abdurrahman, peran Pengkalan PSDKP Kota Bitung sangat dibutuhkan dalam memerangi illegal fishing, destructive fishing, importasi ikan dan produk perikanan yang menyalahi perijinan. Serta pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang, mangrove dan pencemaran lingkungan.
“Operasi mandiri dilakukan secara rutin serta patroli bersama dengan negara lain seperti Australia dan Malaysia. Kita juga berharap dukungan dari masyarakat untuk aktif memberikan informasi soal dugaan illegal fishing,” katanya.(enk)

Pamboat Filipina sering masuk Tahuna



Awak Pamboat Filipina: Kami Tidak Bersalah



Tahuna – Awak kapal atau pamboat asal Filipina yang tertangkap saat berlabuh di Teluk Tahuna, Rabu (18/9), mengaku tak bersalah karena datang untuk melakukan pengurusan ijin di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Dari 13 orang awak kapal yang ada ternyata salah satu penanggung jawab Puso tersebut bernama Djony, ketika diwawancarai beritamanado mengatakan keberangkatan dari Filipina sejak 29 Agustus lalu, dengan maksudnya melakukan pengurusan dokumen tanda kebangsaan dan pemperoleh ijin penangkapan ikan di DKP Kabupaten Sangihe.
“Tujuan kami datang untuk mengurus dokumen tanda kebangsaan dan memperoleh ijin penangkapan ikan, dalam hal ini saya tidak bersalah karena saya sebagai warga negara,” katanya, sambil meminta pemerintah daerah apabila tidak diberikan ijin maka mereka akan kembali ke Filipina.
“Saya berani datang untuk mengurus dokumen di Sangihe karena saya merasa sebagai warga Indonesia yang memiliki hak, apalagi kami sudah hampir dua minggu ini terlantar tanpa ada kepastian kalaupun tidak bisa yah, kami akan pulang kembali,” tutur warga Talaud tersebut.
Namun pihak Satker SDKP melalui pimpinannya Johanis Medea SSt.Pi, menjelaskan berdasarkan UUD nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan dan kelautan dalam pasal 35 setiap orang yang mengimpor kapal wajib mendapatkan persetujuan menteri perikanan dan kelautan, serta pembangunan atau modifikasi kapal dari luar harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Luar Negeri.
Juga dalam Permen nomor 30 tentang usaha perikanan di wilayah pengelolaan perairan Indonesia. Dalam pasal 31 disebutkan  pengadaan kapal dari luar negeri harus mendapat persetujuan dari Direktur Jendral. “Kewenangan saya  untuk memeriksa  setiap kapal perikanan yang masuk di perairan Sangihe dan Siau ” ungkap Mendea. (Gun Takalawangeng)
http://beritamanado.com/awak-pamboat-filipina-kami-tidak-bersalah/

Bantuan Pumboat dari Philipina



Astaga, Bantuan Pumboat Philipina Untuk Nelayan Tidak Diketahui Pemprov



Manado – Pemerintah Philipina melalui salah satu Walikota dan pengusaha diinformasikan telah memberi bantuan 10 buah Pumboat (perahu) beberapa bulan yang lalu kepada para nelayan di Pulau Miangas Kecamatan Miangas Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara. Suber menjelaskan pada Bulan Agustus ini juga pemerintah Philipina berjanji akan menambah 15 buah Pumboat.
Yang menarik, pemberian bantuan Pumboat oleh pemerintah Philipina tanpa sepengetahuan pemerintah Provinsi. Pada hal pemberian bantuan tersebut diketahui oleh Camat Miangas (Stevenheiner Maarisit).
Menanggapi hal tersebut pemerintah Provinsi melalui Wakil Gubernur Sulut Dr Djouhari Kansil yang ditemani Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Ir H.T.R. (Joy) Korah mengatakan hal itu harus dikaji kembali, dikarenakan menurut Pemprov masalah ini sudah dalam lintas negara tidak boleh sembarangan karna hal itu ada aturan mainnya.
“jangan sembarang kita terima ada yang kasih seperti itu lantas menjebak kita nanti. Karna yang akan mengawasi bukan pemerintah Philipina, yang mengawasi perairan kita adalah aparat dan pengawas kita, ditangkap akan salah karena tidak punya dokumen,” tegas Korah.
“kalau pemberian bantuan seperti itu sudah harus masuk (wewenangnya) pemerintah pusat, karna ini sudah jadi lintas negara harus antar negara. Kita bersyukur dikasih bantuan tetapi harus prosedural,” ujar Korah.
Yang dikhawatirkan nanti menurut Korah bahwa pada saat nelayan yang menggunakan Pumboat itu melaut, apa dia dapat dijamin melaut. Untuk itu ia berharap adanya koordinasi yang baik antara pemerintah Kabupaten Talaud dengan pemerintah Provinsi agar masalah yang menyangkut antar negara perbatasan tidak sampai disalah pahami karna masalah antar negara perbatasan sangat sensitif. (jrp)
akses : 28 des 2013.16.36