Ikan Duyung (Dugong) mati Terperangkap Jaring Nelayan mati di Pantai Barangka Sangihe

Pada Sabtu (28/7/2018), seekor duyung mati setelah sempat terperangkap jaring nelayan. Ketika hendak dilepaskan, duyung yang terlihat lemah ini kembali ke jaring. Setengah jam kemudian, satwa itu mati ketika dibawa nelayan menuju darat.

Seekor duyung (Dugong dugon) yang terperangkap jaring nelayan kemudian mati di perairan desa Barangka, kabupaten kepulauan Sangihe, Sabtu (28/7/2018). Duyung itu kemudian dikubur di pesisir pantai itu. Foto : Stevenly Takapaha/Stasiun PSDKP Tahuna/Mongabay Indonesia


Mamalia laut dengan panjang 2,30 meter, lebar 66 cm dan lingkar pinggang 1,70 meter, kemudian dikubur warga di sekitar pantai Barangka, kabupaten kepulauan Sangihe.

“Kata nelayan, sebelum dibawa ke darat, duyung sudah tidak bergerak. Biasanya mereka lepas. Tapi (ketika akan dilepas), duyung itu tidak muncul, ada di dalam air. Mungkin karena jaringnya cukup dalam, dan tidak diperiksa. Nelayan kira sudah tidak ada duyung di jaring itu,” terang Taufiq Onthoni, staf Perkumpulan Sampiri ketika dihubungi Mongabay, Sabtu (28/7/2018).

Seekor duyung (Dugong dugon) yang terperangkap jaring nelayan kemudian mati di perairan desa Barangka, kabupaten kepulauan Sangihe, Sabtu (28/7/2018). Duyung itu kemudian dikubur di pesisir pantai itu. Foto : Stevenly Takapaha/Stasiun PSDKP Tahuna/Mongabay Indonesia

Setelah mengetahui duyung yang terperangkap jaring telah mati, mereka menariknya ke pantai untuk dikuburkan. Taufiq yang saat itu berada di lokasi mengatakan, tidak ada perlakuan khusus ketika mengubur duyung. “Hanya diangkat, seperti kubur orang saja,” ujarnya. “Setelah duyung dikubur, ada petugas yang menggali untuk melakukan pengukuran duyung.”

Menurut Taufiq, pengetahuan masyarakat terbilang minim khususnya mengenai status perlindungan duyung. Informasi tentang itu, hanya disampaikan lewat komunikasi pada orang-orang terdekat. Maka, lewat peristiwa ini, pihaknya berencana melakukan sosialisasi pada masyarakat sekitar.

“Dulu, duyung di konsumsi. Tapi, teman-teman, khususnya dari Perkumpulan Sampiri menjelaskan bahwa duyung merupakan satwa yang dilindungi. Jangan dikonsumsi, biar sudah mati, nanti bisa kena hukuman,” jelas Taufiq.

Billy Gustafianto Lolowang, Manager Wildlife Rescue & Endangered Species Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki mengatakan, proses evakuasi duyung harus dilakukan secara cepat dan hati-hati. Sebab, mamalia laut ini dinilai rentan terhadap dehidrasi dan paparan panas matahari.

“Jadi memang proses evakuasi kalau masih hidup, secepatnya harus dinaungi dengan payung untuk meminimalisir sengatan cahaya matahari, juga perlu dibasahi dengan air untuk menjaga kelembaban kulit. Memang, kadang rentan kematian juga, kalau agak lama terpapar panas, dehidrasi, bisa mati. Tapi untung, yang di perairan Bunaken selamat. Walaupun agak khawatir karena menunggu lama.”

Billy merasa prihatin, ketika mengetahui bahwa satwa itu diletakkan dalamstyrofoam box yang terbilang sempit dan membuat duyung sulit bergerak. “Kalau masih bayi, sangat rentan. Perlu dicarikan orang tuanya, apakah masih di perairan sekitar atau tidak. Duyung anakan masih cukup bergantung pada induknya, karena mereka masih menyusui.”

Dalam “Panduan Penanganan Mamalia Laut Terdampar”, yang diterbitkan Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan KKP tahun 2012, disebutkan bahwa masyarakat harus berhati-hati ketika menangani mamalia laut terdampar dalam keadaan mati.

Menyentuh mamalia laut yang mati, tidak disarankan bagi perempuan yang sedang hamil, anak-anak atau orang yang sedang mengalami luka di tubuhnya, karena banyaknya virus dan bakteri.

Panduan itu menyebut, cara terbaik melakukan disposal bangkai mamalia laut yang mati adalah dengan mengembalikannya ke laut. Misalnya, tutupi bangkai mamalia laut tersebut dengan jaring, pindahkan ke laut lepas dengan kedalaman minimum 20 meter.

“Semua orang yang sempat menyentuh bangkai mamalia laut tersebut diharapkan melakukan pembersihan diri dengan mandi karbol (alkohol) untuk membersihkan bakteri dari tubuhnya,” demikian tertulis dalam Panduan Penanganan Mamalia Laut Terdampar.

Gustaf Mamangkey, koordinator Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi mengatakan perlunya membentuk sebuah tim khusus untuk menangani mamalia laut yang terdampar. Sebab, jika dilihat dari frekuensi dan variasi spesies, perairan Sulawesi Utara terbilang tinggi sebagai daerah mamalia laut terdampar.

Tim itu bertugas sesegara mungkin menyelamatkan mamalia laut jika melihat tanda-tanda kehidupan seperti adanya gerakan dan suara. “Kalau mamalia laut sudah mati, ambil sampel DNA, ukur tubuh, tafsir bobot, kemudian catat tanda-tanda kematiannya.”

Sayangnya, tim yang disebut first responder itu belum terdapat di Sulawesi Utara. Ketersediaan dana dan tenaga ahli menjadi beberapa persoalan yang belum terselesaikan. Namun, solusi lain yang bisa dipilih untuk meminimalisir ketiadaan first responder adalah dengan melakukan sosialisasi terkait perlindungan dan prosedur penanganan mamalia laut yang terdampar.

“Yang paling baik adalah edukasi pada masyarakat di kampung-kampung untuk menyelamatkan mamalia terdampar. First responder, kadang perlu waktu yang lama untuk menjangkau wilayah-wilayah yang jauh,” terang Gustaf.

sumber:

http://www.mongabay.co.id/2018/07/30/kisah-pilu-evakuasi-duyung-di-sulawesi-utara/