Daerah Kaya Ikan Tuna di Indonesia

Ini Daerah Kaya Ikan Tuna di Indonesia
Jakarta -Wilayah tangkap ikan tuna mayoritas berada di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Khusus di Indonesia, habitat ikan tuna banyak ditemui di sisi selatan laut Pulau Jawa, menyisir hingga kawasan timur Indonesia. Misalnya ikan tuna jenis bluefin, banyak ditemui hingga perairan Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Kebetulan migrasi (ruaya) bluefin tuna melalui jalur selatan Pulau Jawa sampai dengan Nusa Tenggara Timur, sehingga Indonesia memiliki peluang yang lebih besar," ungkap Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Gellwynn Yusuf kepada detikFinance, Kamis (9/4/2014).

Menurut data KKP, wilayah tangkap ikan tuna di Indonesia mencapai Perairan Kabupaten Wakatobi yaitu daerah Laut Banda, Sulawesi Tenggara, dan sekitarnya. Perairan Wakatobi merupakan habitat khususnya jenis tuna sirip kuning (yellowfin-Thunnus albacares).

Selain itu. khusus untuk daerah di kawasan timur Indonesia lainnya juga didominasi oleh habitat ikan tuna cakalang. Puncak musim penangkapan ikan cakalang pada umumnya berkisar pada musim peralihan I (April, Mei, dan Juni) hingga awal musim timur.

Di Maumere (Nusa Tenggara Timur) misalnya, puncak musim terjadi pada Februari dan November, yaitu akhir musim barat dan akhir musim peralihan II yang berselang selama empat bulan. Kisaran bulan-bulan musim penangkapan ikan tuna dan cakalang adalah sebagai berikut:

  • Perairan Selat Makassar bagian selatan: Maret-Juli
  • Laut Flores: September-Maret
  • Laut Banda: September-Maret
  • Perairan Aru: September-Maret
  • Laut Arafura: Agustus-Mei
  • Laut Seram: Agustus-Maret
  • Laut Maluku: Agustus-Maret
Hal itu juga dibenarkan oleh Ketua Umum Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Eddy Yuwono. Bahkan menurut Eddy, wilayah tangkap tuna terbesar di Indonesia banyak dijumpai di laut lepas di perairan Bali berbatasan dengan negara Australia.

"Itu di Bali banyaknya, fishing ground-nya di dekat Australia," jelas Eddy.

sumber: http://finance.detik.com/read/2014/04/10/153044/2551391/1036/ini-daerah-kaya-ikan-tuna-di-indonesia

Tangkap ikan Tuna di malam hari

Jam tepat menunjukan pukul 20:30 WITA ketika kami mendorong perahu dengan kapasitas 2 GT dari pantai didesa Watobuku (Lamakera). Bermodalkan alat tangkap pancing, penampung umpan dan lampu gas dari minyak tanah Pa Ahmad Muang beserta anaknya mencari umpan hidup untuk menangkap tuna.
Setelah 20 menit perjalanan Pa Ahmad mulai menyalakan lampu gasnya, semakin terang semakin baik untuk menarik ikan supaya mendekati kapal dan memudahkan pa Ahmad memancingnya. Satu persatu ikan Tembang minyak (Temi) didapatkannya dengan pancing ulur, secepat mungkin hasil tangkapannya dimasukan ke keranjang penampung umpan untuk menjaga temi tetap hidup.
Umpan hidup mulai memenuhi keranjang penampung, kami pun istirahat menunggu hingga pukul 2:00 Dini hari, setelah itu kami pun bergegas ke lokasi penangkapan tuna di wilayah perairan Selat Solor. 20 menit sesampainya dilokasi, sudah ada 4 perahu nelayan lain yang memulai memancing dilokasi tersebut.
Menggunakan pancing ulur dengan ukuran senar ukuran D1500 dan mata kail berukuran no. 4 yang dililitkan di atas dirigen 5ltr Pa Ahmad menggunakan temi yang didapatkanya sebagai umpan, 2 set pancing diemparkan ke laut. Nelayan sering menyebutnya umpan hanyut, tanpa mengurangi peluang mendapatkan ikan Pa Ahmad pun tetap memegang sendiri pancing ulurnya.  Tidak sampai 30 menit umpan disambar oleh tuna. Namun sangat disayangkan ketika diangkat hasil tangkapannya merupakan baby tuna, hal ini pun berlangsung 2 kali, dengan masing-masing tuna jenis sirip kuning seberat 15kg. Pa Ahmad sangat berat jika harus melepaskan hasil tangkapannya, walaupun paham bahwa tuna tersebut belum dewasa. Kepentingan ekonomi dan keberlanjutan sumberdaya tuna masih sulit diterima hingga saat ini oleh beliau.
Hingga pukul 04:30, 1 ekor tuna sirip kuning lagi didapat, kesempatan ini Pa Ahmad mendapat tuna dengan ukuran dewasa yaitu 30kg. Pada waktu yang tidak jauh berbeda nelayan lain sedang menarik senar pancing dengan susah payah, sudah 1 jam nelayan tersebut menarik senar tuna baru terlihat dipermukaan laut. Nelayan tersebut mendapatkan tuna sirip kuning dengan ukuran ± 80 kg dengan panjang 170 cm. Tanpa menunggu lagi, nelayan tadi langsung jalan menuju pengepul (midleman) untuk segera ditimbang sebelum kualitas tuna semakin menurun.
Matahari sudah terbit, kami pun bergegas kembali ke desa, begitupun nelayan lain sudah terlihat meninggalkan lokasi penangkapan. Sesampainya di pantai ibu-ibu pembakul (papalele) sudah mulai menawar harga hasil tangkapan Pa Ahmad dan nelayan lainnya. 3 ekor tuna sirip kuning hasil tangkapan pa Ahmad diborong dengan harga Rp.310.000, sirip kuning seberat 30 kg dijual dengan harga Rp.160.000, sedangkan 2 ekor dengan ukuran masing-masing 15kg dihargai Rp. 150.000. Sistem pembelian papalele tidak melihat kualitas dikarenakan mereka akan menjualnya kembali dipasar lokal dalam bentuk potongan-potongan yang lebih kecil.
Berbeda halnya dengan nelayan yang sebelumnya menjual tuna ke pengepul, kualitas sangat menentukan harga, 1 ekor tuna yang didapatnya dapat dihargai Rp.1.200.000. Keberlanjutan sumberdaya tuna diyakini akan terwujud jika banyak nelayan berpikiran seperti nelayan tersebut yaitu mementingkan kualitas dibandingkan kuantitas pada hasil tangkapannya.
 Across the ocean with hope theres still a lot of fish in the next sunrise (YG)

Sumber: https://ataplaut.wordpress.com/2011/05/27/penangkapan-tuna-malam-hari/.

Perlindungan Penyu

PENYU di Indonesia dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pangawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. “Bahwa penyu berikut bagian-bagiannya termasuk telurnya merupakan satwa yang dilindungi oleh negara.” Dan peluang pemanfaatannya melalui penangkaran yang diatur PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

Khusus untuk Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) bila mengalami populasi berlebihan, (itupun bila terdapat diluar kawasan konservasi), telurnya dapat dimanfaatkan sesuai SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan (Menhutbun) No. 751/Kpts-II/1999 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin Usaha Berburu Telur Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata). Mengenai perburuan telur penyu tersebut diatur pula dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 13 tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru.

Selain UU No. 5 Tahun 1990 dan peraturan pelaksanaannya, ternyata penyu juga dilindungi oleh UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam pasal 7 ayat 5 yang berbunyi, “Menteri menetapkan jenis ikan dan kawasan perairan yang masing-masing dilindungi, termasuk taman nasional laut, untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, pariwisata, dan/atau kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya.” Dalam penjelasan pasal 7 ayat 5, berbunyi, “Yang dimaksud dengan “jenis ikan” adalah : a. pisces (ikan bersirip); b. crustacea (udang, rajungan, kepiting dan sebangsanya); c. mollusca (kerang hita, tiram, cumi-cumi, gurita, siput dan sebangsanya); d. coelentrerata (ubur-ubur dan sebangsanya); echinodermata (tripang, bulu babi dan sebangsanya); f. amphibia (kodok dan sebangsanya); g. reptilia (buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air dan sebangsanya); h. mammalia (paus, lumba-lumba, pesut, duyung dan sebangsanya); i. Algae (rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air) dan j. biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas. Semuanya termasuk bagian-bagiannya dan ikan yang dilindungi”.

Secara internasional, Indonesia termasuk negara yang telah menandatangani CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/Konvensi Internasional yang Mengatur Perdagangan Satwa dan Tumbuhan Liar Terancam Punah). Indonesia telah meratifikasinya melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 43 Tahun 1978 tentang CITES. Menurut CITES, seluruh penyu termasuk Appendiks I CITES, yang berarti, satwa tersebut dilindungi dan tidak boleh dimanfaatkan karena kondisinya terancam punah.

Juga seluruh penyu yang hidup di muka bumi termasuk jenis satwa yang terancam punah dan telah terdaftar pada Red Data Book (RDB) yang diterbitkan oleh IUCN (International Union on Conservation Nature and Natural Resources/Badan Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam Internasional). Juga Indonesia telah menandatangani Biodiversity Convention dengan meratifikasinya melalui Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Keanekaragaman hayati.

Dan secara regional, pada tanggal 12 September 1997 bertempat di Thailand, Pemerintah Indonesia bersama-sama negara ASEAN lainnya telah menandatangani kesepakatan bersama mengenai Konservasi dan Perlindungan Penyu. Serta tahun 2001 menandatangani nota kesepahaman di bawah Konvensi Konservasi Species Migratori Satwa Liar, perjanjian tersebut kemudian dikenal dengan Nota Kesepahaman Penyu Laut Kawasan Samudra Hindia dan Asia Tenggara (MoU Penyu Laut IOSEA/www.ioseaturtles.org).

PEMERINTAH MENYELAMATKAN MAMALIA LAUT “DUGONG” YANG DILINDUNGI

Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Ditjen PSDKP berhasil melepaskan dua ekor dugong atau duyung di perairan Kokoya, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara pada hari senin 14 Maret 2016.

Penyelamatan dua ekor dugong tersebut merupakan hasil dari laporan masyarakat terkait penemuan dua kerangkeng besar berbentuk jaring berisikan 2 (dua) ekor dugong pada tanggal 11 Maret 2016 di pulau Kokoya dalam kondisi terluka. berdasarkan laporan masyarakat tersebut pengawas Ditjen PSDKP beserta stakeholder turun kelapangan untuk melakukan koordinasi dan negosiasi secara persuasife kepada nelayan yang mengurung hewan laut tersebut agar kedua dugong segera dilepaskan.

Kedua ekor dugong tersebut berhasil di selamatkan dan di lepaskan di perairan pulau kokoya pada hari senin 14 maret 2016 dengan disaksikan oleh Bupati Morotai, Pengawas Ditjen.PSDKP, TNI, Polri dan Nelayan yang mengurung kedua mamalia laut itu.
Penyelamatan dua ekor dugong ini merupakan keseriusan pemerintah dalam menjaga kelestarian sumberdaya perikanan terutama satwa yang dilindungi.

Sebagai informasi mamalia bernama Dugong atau Duyung ini merupakan mamalia laut dari ordo Sirenia dan masuk dalam famili Dugongidae. Biasanya masyarakat memburu untuk mengambil daging dan minyaknya, dan hingga saat ini jumlah populasi dugong semakin berkurang hingga hampir mendekati kepunahan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan satwa, mamalia Dugong atau Duyung di kategorikan sebagai jenis satwa yang dilindungi. (hms)

sumber: http://djpsdkp.kkp.go.id/arsip/c/303/?category_id=20