SANKSI PIDANA BAGI NELAYAN KECIL


UU NO 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO 31 TAHUN 2004
 TENTANG PERIKANAN
                                                                                                                                            
Pasal 1
4. Ikan adalah segalah jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada didalam lingkungan perairan
11. Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT).
13. Pembudi Daya-Ikan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

Pasal 5 (1) Wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan meliputi :
a.     Perairan Indonesia
b.    ZEEI; dan
c.     Su ngai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan
      pembudidayaan ikan potensial di wlayah Republik Indonesia

Pasal 100B
Dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh Nelayan Kecil dan/atau Pembudidaya-Ikan Kecil sebagaimana dimaksud dalam :
Pasal 8 : (1) Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
(2) Nahkoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli penangkapan ikan, dan anak buah kapal yang  melakukan penangkapan ikan dilarang menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan/atau lingkungannya diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
(3) pemilik kapal perikanan, pemilik perusahaan perikanan, penanggung  jawab perusahaan perikanan, dan atau operator kapal perikanan dilarang menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan/atau lingkungannya diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
(4) pemilik perusahaan pembudidayaan ikan, kuasa pemilik perusahaan pembudidayaan ikan, dan/atau penanggung jawab perusahaan pembudidayaan ikan yang melakukan usaha pembididayaan ikan dilarang menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan/atau lingkungannya diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
(5) penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan untuk penangkapan ikan dan/atau pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperbolehkan hanya untuk penelitian.
(6) ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9 : (1)  Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
 (2)   Ketentuan mengenai alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 12 : (1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan suberdaya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

Pasal 14 ayat (4) : Setiap orang dilarang merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan sumber daya ikan
Pasal 16 ayat (1) : setiap orang dilarang memasukan, mengeluarkan mengadakan, mengedarkan, dan/atau memelihara ikan yang merugikan masyarakat, pembudidaya ikan, sumberdaya ikan, dan/atau lingkungan sumberdaya ikan ke dalam dan/atau ke luar wilayah pengelolaan perikanan indonesia
                                                                                                                                                
Pasal 20 ayat (3) : Setiap orang yang melakukan penanganan dan pengolahan ikan wajib memenuhi dan menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan
Pasal 21 :       Setiap orang yang melakukan pemasukan atau pengeluaran ikan dan/atau hasil perikanan dari dan/atau ke wilayah republik indonesia harus melengkapinya dengan sertifikat kesehatan untuk konsumsi manusia
Pasal 23 ayat (1) : Setiap orang dilarang menggunakan bahan baku, bahan tambahan makanan, bahan penolong,
dan/atau alat yang membahayakan kesehatan manusia dan/atau lingkungan dalam    melaksanakan penanganan dan pengolahan ikan.
Pasal 26 ayat (1) : Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan di wilayah pengelolaan perikanan republik indonesia wajib memiliki SIUP
Pasal 27 ayat (1) : Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera
 Indonesia yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan
 perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib memiliki SIPI.
Pasal 27 ayat (3) : Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing di ZEEI wajib membawa SIPI asli.
Pasal 28 ayat (1) : Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal pengangkut ikan berbendera
 Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia wajib memiliki SIKPI.
Pasal 28 ayat (3) : Setiap orang yang mengoperasikan kapal pengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan
    Negara Republik Indonesia wajib membawa SIKPI asli.
Pasal 35 ayat (1) : Setiap orang yang membangun, mengimpor, atau memodifikasi kapal perikanan wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan menteri
Pasal 36 ayat (1) : Kapal perikanan milik orang Indonesia yang dioperasikan di wilayah pengelolaan perikanan
 Negara Republik Indonesia dan laut lepas wajib didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal
 perikanan Indonesia.
Pasal 38 : (1) Setiap kapal penangkap ikan berbendera asing yang tidak memiliki izin penangkapan ikan selama berada di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka
Pasal 42 ayat (3) : Setiap kapal perikanan yang akan berlayar melakukan penangkapan ikan dan/atau pengangkutan ikan dari pelabuhan perikanan wajib memiliki Surat Persetujuan Berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar di pelabuhan perikanan.
Pasal 55 ayat (1) : Setiap orang asing yang melakukan penelitian perikanan diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari pemerintah

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas Perikanan

(UU 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan UU No 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan)


Pasal 66
(1) Pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan.
(2) Pengawas perikanan bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.
(3) Pengawasan tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. kegiatan penangkapan ikan;
b. pembudidayaan ikan, perbenihan;
c. pengolahan, distribusi keluar masuk ikan;
d. mutu hasil perikanan;
e. distribusi keluar masuk obat ikan;
f. konservasi;
g. pencemaran akibat perbuatan manusia;
h. plasma nutfah;
i. penelitian dan pengembangan perikanan; dan
j. ikan hasil rekayasa genetik.
Pasal 66A
(1) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 merupakan pegawai negeri sipil yang bekerja di bidang perikanan yang diangkat oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dididik untuk menjadi Penyidik Pengawai Negeri Sipil Perikanan.
(3) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan sebagai pejabat fungsional pengawas perikanan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan fungsional pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 66B
(1) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 melaksanakan tugas di:
a. wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia;
b. kapal perikanan;
c. pelabuhan perikanan dan/atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk;
d. pelabuhan tangkahan;
e. sentra kegiatan perikanan;
f. area pembenihan ikan;
g. area pembudidayaan ikan;
h. unit pengolahan ikan; dan/atau
i. kawasan konservasi perairan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 66C
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, pengawas perikanan berwenang:
a. memasuki dan memeriksa tempat kegiatan usaha perikanan;
b. memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha perikanan;
c. memeriksa kegiatan usaha perikanan;
d. memeriksa sarana dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan perikanan;
e. memverifikasi kelengkapan dan keabsahan SIPI dan SIKPI;
f. mendokumentasikan hasil pemeriksaan;
g. mengambil contoh ikan dan/atau bahan yang diperlukan untuk keperluan pengujian laboratorium;
h. memeriksa peralatan dan keaktifan sistem pemantauan kapal perikanan;
i. menghentikan, memeriksa, membawa, menahan, dan menangkap kapal dan/atau orang yang diduga atau patut diduga melakukan tindak pidana perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau orang tersebut di pelabuhan tempat perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut oleh penyidik;
j. menyampaikan rekomendasi kepada pemberi izin untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
k. melakukan tindakan khusus terhadap kapal perikanan yang berusaha melarikan diri dan/atau melawan dan/atau membahayakan keselamatan kapal pengawas perikanan dan/atau awak kapal perikanan; dan/atau
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(2) Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya dapat dilengkapi dengan kapal pengawas perikanan, senjata api, dan/atau alat pengaman diri.


Pumboat Philipina di Sangihe

suatu tulisan telaan tentang masalah yang belum terpecahkan

    Tahuna - Dimulai dengan pendekatan, wawancara, koordinasi dengan instansi terkait, pelayanan jemput bola, pembinaan, surat teguran dan penegakan hukum di bidang Kelautan dan perikanan, pengawas perikanan telah melakukan berbagai upaya demi terciptanya upaya pengelolaan perikanan dan kelautan yang bertanggung jawab, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dalam upaya pemberantasan ilegal fishing kapal pengawas perikanan telah melakukan pemeriksaan terhadap kapal-kapal perikanan yang diduga dan patut diduga melakukan tindak pidana perikanan (TPP). Kronologis penangkapan kapal perikanan jenis Pumpboat yang diduga melakukan tindak pidana perikaan (TPP) yang di Adhock oleh Kapal pengawas perikanan KP.Hiu 007 ke satuan kerja (Satker) pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan (PSDKP) Dagho/Tahuna adalah sebagai berikut :
1.      Patroli kapal pengawas perikanan KP Hiu 007 hari senin tanggal 17 oktober 2011 sekitar pukul 09.45 wita di perairan Sangihe laut Sulawesi tepatnya pada posisi 030 13,87” N – 1250 02,00” E menemukan dan melakukan pemeriksaan terhadap 8 (delapan) kapal perikanan jenis Pumpboat yang sedang melakukan penangkapan ikan. Dari hasil pemeriksaan di ketahui :
1.      KM. Alfit 02 dan 1 (satu) Bundel Dokumen
·         4 ABK asing 1 ABK Indonesia
·         6 buah alat tangkap pancing
·         1 ekor ikan Tuna
2.      KM. Lili 01 Tanpa Dokumen
·         4 ABK asing
·         7 buah alat tangkap pancing
3.      KM. Tanpa nama I Tanpa Dokumen
·         7 ABK asing
·         13 buah alat tangkap pancing
·         5 ekor ikan Tuna
4.      KM. Tanpa nama II Tanpa Dokumen
·         4 ABK asing
·         4 buah alat tangkap pancing
·         1 ekor ikan Tuna
5.      KM. Tanpa nama III Tanpa Dokumen
·         5 ABK asing
·         5 buah alat tangkap pancing
6.      KM. Tanpa nama IV Tanpa Dokumen
·         3 ABK asing
·         5 buah alat tangkap pancing
·         1 ekor ikan Tuna
7.      KM. Tanpa nama V Tanpa Dokumen
·         6 ABK asing
·         ekor ikan Tuna
8.      KM. Arudji Tanpa Dokumen
·         5 ABK asing
·         5 buah alat tangkap pancing
2.      8 (delapan) Kapal Perikanan jenis pumpboat  yang diduga melakukan tindak pidana perikanan ini di Ad hock oleh KP.Hiu 007 Ke Satker Dagho tanggal 17 oktober 2011
3.      Satker Dagho/Tahuna menerima Tersangka dan barang bukti dari Kapal pengawas perikanan KP. Hiu 007 kemudian melimpahkan Tersangka, dan barang bukti ke ke Polres Sangihe sesuai dengan petunjuk pangkalan pengawasan sumberdaya kelautaan dan perikanan (pangkalan PSDKP) wilayah II Indonesia timur Bitung karena terbatsnya SDM PPNS Perikanan di Satker Dagho/Tahuna
4.      Setelah selesai melakukan pemeriksaan terhadap Pelapor, Tersangka, saksi, saksi  ahli dan penanggung jawab  terhadap pengakuan bukti awal yang cukup Team penyidik polres Sangihe melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan negeri Tahuna
5.      Balasan P19 dari kejaksaan negeri Tahuna (Nomor surat : B-3157/R.1.14/11/2011) tanggal 15 Nopember 2011 untuk melengkapi berkas perkara tentang pengukuran bobot kapal
6.      Team penyidik dari polres Sangihe melakukan permintaan pengukuran bobot kapal ke Dinas perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten kepulauan Sangihe (Nomor surat  : B/439/XI/2011/Reskrim) tanggal 21 Nopember 2011
7.      Dibalas oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten kepulauan Sangihe (Nomor surat : 552/Dishubkominfo/198) tanggal 23 Desember 2011), tentang ukuran bobot kapal
8.      Usulan penghentian penyidikan karena dari hasil pengukuran bobot kapal GT <5 (Nelayan kecil) tidak wajib izin dan kapal bertolak dari pelabuhan Tahuna  indonesia bukan dari Philipina
9.      Pengawas perikanan (mewakili Satker dagho/Tahuna Ditjen PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan) bersama Dinas Kelautan dan perikanan, dan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi kabupaten kepulauan Sangihe diundang mengikuti  Gelar perkara dengan Team penyidik polres Sangihe tanggal 22 Februari 2012 melalui surat undangan  (Nomor B/66/II/2012/Reskrim tanggal 21 Februari 2012), dipimpin langsung oleh Kapolres Sangihe dengan hasil antara lain :
a.      Melihat Yurisprudensi (salinan Berkas perkara) tentang kasus yang sama yang ditangani oleh penyidik AL Tahuna
b.      Menunggu Konfirmasi dari Konsulat jenderal Philipina tentang status warga negara asing
c.       Mengalihkan delik penuntutan ke Undang-undang Imigrasi jika Undang-undang perikanan tidak kuat membuktikan
 
       Dari diskusi gelar perkara dan pengamatan pengawas perikanan dilapangan terhadap modus operandi yang dilakukan  yaitu memperkerjakan Tenaga kerja asing (TKA) dengan menggunakan kapal pengadaan asing (dari Philipina) GT < 5, tidak didaftarkan sebagai kapal Indonesia bertolak dari pelabuhan Tahuna Indonesia  untuk menangkap ikan di perairan Sangihe laut Sulawesi dan ZEEI  dimana armada kapal diklaim nelayan lokal sebagai miliknya dan ikan hasil tangkapan Transhipment di laut atau dijual langsung ke Philipina terdapat beberapa hal yang belum dijelaskan oleh Undang-udang Perikanan antaralain :

1.        Definisi Nelayan kecil Pasal 1 angka 11 : (Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penagkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT)  dimana kewajiban memilik SIPI sebagaimana dimaksud  Pasal 27 Ayat (1) dan (3) tidak berlaku bagi nelayan kecil.
Hal ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha dengan mengadakan kapal perikanan asing maupun buatan sendiri dengan ukuran GT<5  namun memperkerjakan banyak orang WNA khususnya Philipna di banyak armda.  Di Tahuna aramda kapal jenis Pumpboat ini sudah sangat menjamur dan meresahkan masyarakat Lokal. beberapa data yang sempat diambil oleh pengawas perikanan di lapangan meyebutkan terdapat 35  orang yang mengklaim beberapa kapal  perikanan asing jenis Pumpboat  sebagai miliknya (penanggung jawab) dari keseluruhan 101 unit armada penangkap  kapal yang sudah didaftarkan 28 unit, tidak didaftarkan 73 unit dengan jumlah orang asing 342 orang. Jumlah ini tentulah sangat kecil dengan kondisi ril dilapangan karena tidak semua pelaku usaha  mau mengaku dengan gamblang dan polos bahwa mereka memperkerjakan TKA dan mengadakan kapal perikanan dari Philipina.
2.        Pasal 27 ayat (2) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di ZEEI wajib memiliki SIPI.
Undang-undang belum menjelaskan tentang kapal ikan yang berbendera asing karena tidak bisa dianalogikan kapal yang tidak memiliki dokumen indonesia adalah kapal yang berbendera asing

  Istilah “Sapi” Sangihe-Philipina untuk status warga negara yang tidak diakui oleh pemerintah republik Philipina  melalui konfirmasi kementerian luar negeri dan konsulat Jenderal Philipina namun juga tidak memiliki kartu identitas sebagai warga negara indonesia karena tidak memiliki Kartu tanda penduduk (KTP). Mengaku berasal dari Indonesia khususnya sangihe lahir di Philipina ayah/ibu lahir di Philipina termasuk kakek dan nenek juga lahir di Philipina.
Pengawas perikanan pernah menelusuri penyebab migrasi penduduk Sangihe ke Philipina, hal ini berawal ketika terjadi revolusi dan pemberantasan Gerakan G30 S PKI oleh rezim soeharto, penduduk khususnya dataran tengah sangihe dan sekitarnya sekarang Kec. Tabukan Tengah melakukan eksodus besar-besaran ke Philipina karena Takut walaupun tidak terlibat PKI namun terkait sanak saudara semuanya di anacam pembunuhan melalui operasi rahasia pemerintah rezim soeharto. Hal lain penyebab migrasi penduduk adanya gunung berapi aktif, Gungung Awu yang meletus sehingga sebagian penduduk berpindah ke arah selatan sekarang di Ngaringpaeng (Dalam bahas Sangihe : Berpindah sebelah) dan berpindah ke arah barat dan utara ke keplulauan Marore, Balut, Saranggani Phlipina.
 
      
       Masih banyaknya oknum penegak hukum di laut yang  semestinya memberi contoh yang baik malah memanfaatkan “lubang besar” undang-undang perikanan sebagai “nelayan kecil” untuk melakukan usaha penangkapan ikan dengan mengadakan kapal asing GT<5 dari Philipina memperkerjakan TKA asal Philipina dan langsung menjual ikan hasil tangkapan berupa Tuna sirip kuning ke daratan Gensan Philipina. Melihat kondisi demikian masyarakat seperti “diajarkan” untuk melakukan hal yang sama. Upaya yang sudah dilakukan oleh pengawas perikanan adalah memberikan surat teguran kepada setiap pelaku usaha untuk tidak mengulangi setiap kegiatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. Upaya lain adalah mendatangkan kapal pengawas perikanan untuk melakukan operasi diperairan sangihe Laut Selawesi dan ZEEI yang berbatasan negara tetangga Philipina namun hal ini juga masih terkendala dengan contoh kasus yang sama dengan hasil SP3. Untuk rencana nya jika kapal pengawas melakukan operasi dan Ad hock kapal perikanan yang diduga melakukan tindak pidana perikanan (TPP) dibawa ke Bitung saja. (syarta)